Selasa, 17 November 2009

Tugas Perbankan

A. Pengertian Bank
Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tentang perbankan pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
B. Fungsi Bank
Fungsi utama bank adalah untuk melakukan penyimpanan nilai dan penyaluran kredit. Hal ini dilakukan bank dengan cara menerima simpanan baik sebagai tabungan, deposito, maupun giro dan memberikan pinjaman baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang.
Jasa-jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Adapun jasa perbankan pada terbagi dua tujuan yaitu:
a. penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah.
Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.
b. dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan menngkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.
C. Sejarah Bank
Kegiatan perbankan sudah dikenal sejak jaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian oleh para pedagang kegiatan perbankan berkembang sampai ke Asia Barat. Perkembangan ini terjadi, karena dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara-negara jajahannya. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari adanya jasa penukaran uang. Sehingga munculnya pengertian bahwa bank merupakan meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
D. Sejarah Perbankan di Indonesia
Sejarah perbankan di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Hindia Belanda. Sejak saat itulah banyak muncul bank-bank di Indonesia, antara lain:
De Javasce NV.
De Post Poar Bank.
Hulp en Spaar Bank.
De Algemenevolks Crediet Bank.
Nederland Handles Maatscappi (NHM).
Nationale Handles Bank (NHB).
Diantara bank-bank milik Belanda, ada juga bank milik Indonesia dan masyarakat Tiongkok, diantaranya:
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank
Bank Nasional indonesia.
Bank Abuan Saudagar.
NV Bank Boemi.
The Chartered Bank of India.
The Yokohama Species Bank.
The Matsui Bank.
The Bank of China.
Kemudian ada Bank-bank yang mengalami nasionalisme, diantaranya:
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung
Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI '46.
Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Perkembangan perbankan dibanding sektor ekonomi lain sebenarnya relatif cukup baik, sekalipun kinerjanya sejak paro kedua tahun 2005 cenderung menurun. Dana pihak ketiga maupun kredit yang disalurkan perbankan mengalami peningkatan, meski pertumbuhan tertinggi adalah pada kredit konsumsi.
Meningkatnya suku bunga seiring dengan inflasi yang tinggi menurunkan kinerja perbankan sebagaimana terlihat dari penurunan laba. Karena itu, jika Bank Indonesia (BI) dan pemerintah dapat mengendalikan inflasi, dan kecenderungan suku bunga menurun, kinerja perbankan akan membaik.
Permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian adalah kecenderungan naiknya tingkat kredit macet (NPL) dari sekitar 7% menjadi sekitar 8%. Permasalahan kredit macet paling serius terjadi di bank terbesar, yaitu Bank Mandiri dan Bank BNI. Sejauh ini payung hukum yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan kredit macet, apakah itu perubahan keputusan menteri keuangan atau peraturan presiden, belum juga dikeluarkan sekalipun pemerintah mengatakan hanya masalah waktu. Dengan tingkat NPL sekitar 24% untuk Bank Mandiri dan 12% untuk Bank BNI, jika tak segera diselesaikan, permasalahan ini mengancam kelangsungan kedua bank dan berpengaruh buruk terhadap sektor perbankan pada umumnya.
Bank BUMN, terutama Bank Mandiri dan Bank BNI, membutuhkan perlakuan sama dengan bank swasta besar, di mana permasalahan kredit macet dapat dipecahkan oleh bank itu sendiri. Dengan kata lain, ada ketegasan pemisahan antara aset negara yang diatur oleh UU Perbandaharaan Negara dengan aset bank BUMN yang diatur oleh UU Perbankan dan UU Perseroan Terbatas.
Apa yang menyulitkan bagi bank BUMN dalam pengelolaan kredit macet adalah pengertian bahwa aset BUMN sama dengan aset negara, sehingga pelepasannya membutuhkan persetujuan Menteri Keuangan -- bahkan dalam jumlah tertentu membutuhkan persetujuan DPR.
Ketentuan itu tidak berlaku bagi bank swasta. Pelepasan aset (bermasalah) adalah keputusan direksi bank -- notabene mendapatkan pengawasan BI dan dipertanggungjawabkan kepada pemegang saham dalam forum RUPS. Ini tidak berarti direksi bank swasta sesuka hati melepaskan aset. Keputusan mereka tetap dalam ketentuan peraturan yang berlaku dan sesuai prinsip kehati-hatian perbankan.
Permasalahan lain yang mendapatkan perhatian besar di perbankan adalah tingginya suku bunga yang menghambat perkembangan sektor riil. Harus diakui bahwa pembiayaan perbankan untuk sektor riil masih sentral dalam perekonomian kita, karena sumber pendanaan lain seperti pasar modal dan pasar obligasi belum optimal. Karena itu, tingkat suku bunga pinjaman -- sekitar 16-17% -- dianggap terlalu tinggi.
Tingginya suku bunga ini karena kebijakan BI untuk mengatasi inflasi yang tinggi dilakukan dengan menaikkan suku bunga. Penurunan BI Rate sebagai acuan bagi tingkat suku bunga yang dilakukan Mei lalu ke tingkat 12,5% tidak berlanjut pada Juni ini, karena kecenderungan eksternal dengan kecenderungan peningkatan suku bunga oleh bank sentral AS. BI kemungkinan menurunkan BI Rate pada Juli besok jika kecenderungan inflasi terus menurun. Namun penurunannya kemungkinan kembali hanya sekitar 0,25%. Penurunan ini tentu belum cukup untuk mendorong perkembangan kredit ke sektor riil. Namun jika penurunan BI Rate terus berlanjut, diharapkan dalam triwulan III dan triwulan IV pengaruhnya terhadap perkembangan sektor riil lebih terasa.
Bahkan sebalum BI menaikkan suku bunga pada Oktober silam menanggapi inflasi yang tinggi karena kenaikan harga BBM, dapat dikatakan bahwa interaksi sektor perbankan dan sektor riil belum optimal. Perbankan yang semakin bersifat universal menekankan pada perolehan laba dengan tingkat risiko yang terkendali. Karena itu, arah kredit perbankan terutama pada kegiatan konsumsi, seperti kartu kredit, kredit pemilikan kendaraan bermotor, dan kredit pemilikan rumah. Tentu saja kegiatan konsumsi ini terkait dengan sektor riil, namun tidak cukup besar dalam pengertian perkembangan investasi, dimana bank semakin enggan menyalurkan kredit investasi karena resikonya yang tinggi. Kelebihan likuditas perbankan pada umumnya ditanamkan pada Sertifikat bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN).
Mensinergaikan perkembangan sektor perbankan dengan sektor riil tidaklah mudah, karena terkait dengan keadaan keuangan perusahaan di sektor riil itu sendiri dan tingkat resikonya. Bank tidak lagi menjadi sarana pembangunan seperti sebelumnya, tetapi menjadi entitas bisnis yang mengikuti kaidah-kaidahnya sendiri. Perkembangan perbankan bisa sejalan dan juga tidak sejalan dengan tuntutan pembangunan. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang tinggi dan penciptaan kesempatan kerja, investasi sangat dibutuhkan. Namun dilihat dari tingkat risiko, kredit investasi, paling tidak sekarang ini, adalah yang tertinggi karena itu keterlibatan bank menjadi minimal. Bagaimanapun sinergi perkembangan perbankan dan sektor riil harus dioptimalkan agar potensi perkembangan ekonomi juga optimal. Tentu saja sumber pendanaan lain, terutama dari pasar modal dan pasar obligasi perlu terus dikembangkan. Rencana pemerintah untuk mempermudah perusahaan yang masuk pasar modal, antara lain dengan keringanan persyaratan perpajakan adalah salah satu cara yang akan ditempuh. Sedangkan bagi perusahaan yang akan menerbitkan obligasi persyaratannya untuk berhasil sebenarnya lebih berat daripada mendapatkan kredit dari perbankan. Jadi selama perkembangan pasar modal dan pasar obligasi masih terbatas, perkembangan sektor riil masih akan sangat bergantung pada perbankan.
sumber: http://els-bappenas.go.id/
http://www.wikipedia.org/

Minggu, 01 November 2009

Puisi

Hatiku resah, akankah sesuatu yang buruk menimpaku,
Andai aku bisa melihat masa depan, mungkin jadi lebih baik.
Tapi benarkah demikian?
Apa tidak sebaliknya?
Kini, timbul banyak pertanyaan di hatiku.
Pertanyaan yang tidak mungkin dapat kujawab saat ini