Rabu, 05 Januari 2011

Latar Belakang Ekonomi Syariah

Pembangunan ekonomi berbasiskan pada ekonomi rakyat, telah digulirkan semenjak krisis ekonomi melanda perekonomian bangsa Indonesia, awal tahun 1997 lalu. Namun sampai sekarang, kekuatan ekonomi belum berada di tangan rakyat banyak, akan tetapi masih berada pada sekelompok kecil rakyat Indonesia.
Di sisi lain pada saat terjadi krisis, hanya usaha kecil dan koperasi yang mampu bertahan, sementara pada sector perbankan, hanya bank yang berkonsepsi syariahlah yang dapat bertahan. Dewasa ini banyak perbankan syariah yang bermunculan, hal ini disebabkan oleh keunggulan konsepsi syariah dan selain itu tentu tidak terlepas dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bunga bank adalah riba yang berarti hukumnya haram menurut syariah Islam. Para bankir melihat prospek bank syariah di masa akan dating mempunyai peluang yang lebih besar untuk berkembang.
Pada saat ini, kondisi perekonomian umat Islam masih berada jauh di bawah kelompok nonmuslim yang jumlahnya minoritas. Sebagai umat yang mayoritas di Indonesia, bila perekonomian nasional masih dikuasai oleh kelompok non muslim maka ekonomi kerakyatan yang diamanahkan Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat diwujudkan. Bagi umat Islam mewujudkan ekonomi kerakyatan merupakan kewajiban selaku warga negara yang mayoritas, sekaligus salah satu upaya jihad dalam melaksanakan ajaran agama Islam.
Dalam kenyataannya harus diakui banyak umat Islam yang dengki dan iri atas keberhasilan orang-orang nonmuslim, terutama dibidang ekonomi. Seorang Islam yang berupaya membangun ekonomi umat sesuai ajaran dalam Alquran dan Hadis Rasullah SAW, maka dia akan mendapat keberuntungan, yakni mendapatkan materi dan moral di dunia dan memperoleh pahala di akhirat.
Seseorang yang ingin memperoleh rezeki yang banyak, maka seseorang itu harus berbisnis atau berdagang. Faktanya di Indonesia, sebagian besar umat Islam di Indonesia setelah tamat sekolah atau menyelesaikan kuliahnya hanya termotivasi untuk menjadi pegawai negeri atau bekerja di perusahaan swasta atau BUMN. Hal ini harus diubah, bila ingin mendapatkan rezeki yang banyak.
Perubahan pola pikir harus ditindaklanjuti dengan perubahan pola sikap dan pola tindakan, salah satunya adalah gerakan seribu Ekonomi Syariah. Tentunya harus sesuai dengan petunjuk Alquran dan Sunah Nabi Muhammad SAW. Perubahan dapat dilakukan secara formal maupun informal. Oleh karena itu konsep hijrah sangat diperlukan dalam mengembangkan ekonomi secara syariah, misalnya yang belum pernah membayar zakat maka mulai membayar zakat, yang belum pernah memberikan infak dan sedekah maka mulai berlomba memberikan infak dan sedekah, jika dahulu mengelola usaha konvensional maka sekarang mengelola usaha syariah, dan jika dulu mengelola investasi hanya untuk kepentingan dunia semata, maka sekarang investasi untuk dunia dan akhirat.
Jarang sekali melihat seorang muslim mempersiapkan segala sesuatunya untuk berpindah hidup ke alam akhirat. Bahkan tidak jarang ditemui seseorang hanya memikirkan apa yang ditinggalkannya di alam dunia dan hanya membawa sedikit sekali ke alam akhirat. Hal ini dapat dilihat dari betapa giatnya seseorang menumpuk harta di dunia dan sangat pelit menggunakan hartanya di jalan Allah SWT. Karena menurut akalnya membayar zakat akan menghabiskan hartanya, padahal membayar zakat adalah kewajibannya karena pada setiap rezeki yang diberikan Allah padanya ada hak orang lain.
Jadi dengan kata lain, orang yang tidak mengeluarkan zakat, padahal telah cukup nisab (ukuran, waktu, dan persyaratannya) berarti dia telah mengambil hak orang lain. Perbuatan semacam ini baik disadari maupun tidak dan ketentuan Allah tetap berlaku bagi setiap manusia
Sesungguhnya kehidupan manusia yang sebenarnya adalah di alam akhirat. Kehidupan dunia hanya merupakan suatu proses untuk hidup di alam akhirat, kehidupan untuk selama-lamanya dan kekal bagi setiap manusia.

Sumber: Murdeni Muis & Kasim Siyo.2008.Ekonomi Syariah Mengentaskan Kemiskinan.Medan:USU Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar